Selasa, 25 Oktober 2016

PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)


(Pola DAS berdasarkan distribusi hujan dan limpasan permukaan)



Dosen Pembimbing :
Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D




Disusun Oleh :
Kelompok V
HUT 6C
            Dewi Astari Purba                                          (121201073)
            Budi Satria Sihite                                            (121201080)
Steven Christian Pinem                                   (121201141)
Chrismansyah Sinaga                                      (121201143)
            Arido Junior F.S                                             (121201147)
            Yoan Evi Fania S.                                           (121201152)



Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaLlCQv6YR49ANI3l_S2wIzmCiBK5aN74ZGPnBZh6-jRgDF05UKtuxck3h0pSrATyQ99N2YLFv1TVb_H2kdSmcyFZK3X-YSyPjRwhcoZpnhd82hasvwIr19zhaH-XNdtyOqupF48W4pS8/s1600/Logo+USU+New.png






FAKULTAS KEHUTANAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

 
DAFTAR ISI


                                                                                                                                                                                                                                                                Hal
PENDAHULUAN
       Latar Belakang............................................................................................... 1
Tujuan............................................................................................................. 2

ISI
       Limpasan permukaan...................................................................................... 3
Hujan ............................................................................................................. 4
       Kondisi DAS.................................................................................................. 4
       Distribusi Curah Hujan................................................................................... 4

PENUTUP
       Kesimpulan..................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA








PENDAHULUAN
Latar belakang
Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa anak sungai yang tergabung ke dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui system sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran hulu, daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi proses geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi vertical, bagian daerah tengah terjadi erosi vertical dan lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah aliran hilir terjadi proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah mengambil (mengerosi/ mengikir), mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu mengalami perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya lembah.
            Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis, mengambil bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya tidak tetap dan sifatnya dinamik (mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi tersebut bias berupa erosi mudik(menyebabkan lembah panjang kearah  ulu), erosi lateral (menyebabkan pelebaran lembah), dan erosi vertical (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada stadium tua. Terbentuknya meander menyebabkab bertambah panjangnya lembah. Meander merupakan aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral, sehingg dengn berliku-likunya aliran sungai lembah sungaipun bertambah panjang.
Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air laut ini dapat disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunana dasar laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai bertambah lebar.
            Menurut Asdak (2002), ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15%, bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambut/bakau.
            Karena DAS dianggap sebagai suatu sistem, maka dalam pengembangannya pun, DAS harus diperlakukan sebagai suatu sistem. Dengan memperlakukan sebagai suatu sistem dan pengembangannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, maka sasaran pengembangan DAS akan menciptaka ciri-ciri yang baik.

Tujuan
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pola DAS berdasarkan distribusi hujan dan limpasan permukaan










ISI
A. Limpasan permukaan
Limpasan permukaan atau aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan  yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut partikel-partikel tanah. Limpasan terjadi karena intensitas hujan yang jatuh di suatu daerah melebihi kapasitas infiltrasi,setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah (surface run – off). Jika aliran air terjadi di bawah permukaan tanah disebut juga sebagai aliran di bawah permukaan dan jika yang terjadi adalah aliran yang berada di lapisan equifer (air tanah), maka disebut aliran air tanah. Air limpasan permukaan di bedakan menjadi : sheet dan rill surface run – off akan tetapi jika aliran air tersebut sudah masuk ke sistem saluran air atau kali, maka disebut sebagai stream flow run-off.
Menurut Sosradarsono dan Takeda (1978:135) (dalam Ziliwu 2000:12) mengemukakan bahwa: "Limpasan permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan atau depresi pada permukaan tanah". Setelah pengisian selesai maka air akan mengalir dengan bebas dipermukaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu elemen meteorologi dan elemen sifat fisik daerah pengaliran.
Elemen meteorologi meliputi jenis presipitasi, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan dalam daerah pengaliran, sedangkan elemen sifat fisik daerah pengaliran meliputi tata guna lahan (land use), jenis tanah dan kondisi topografi daerah pengaliran (catchment). Elemen sifat fisik dapat dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan elemen meteorologi merupakan aspek dinamis yang dapat berubah terhadap waktu.




B. Hujan
Hujan, yang meliputi tipe, lama, intensitas dan sebaran hujan sangat menentukan limpasan permukaan yang terjadi di suatu daerah aliran sungai (DAS) jumlah (volume) dan debit limpasan yang terjadi di suatu DAS sangat berkaitan dengan intensitas dan lamanya hujan yang terjadi di DAS yang bersangkutan.

C. Kondisi DAS
Kondisi DAS, meliputi ukuran bentuk DAS, topografi meliputi datar
(0 - 8%), landai (0 - 15%), bergelombang (15 - 25%), berbukit (25 - 40%), bergunung (> 40%) geologi, dan penggunaan lahan. Limpasan permukaan akan semakin menurun sebanding dengan semakin bertambahnya luas DAS, luas DAS ini menentukan musim atau saat kapan suatu puncak limpasan permukaan akan terjadi. Suatu DAS yang berbentuk memanjang dan sempit kemungkinan akan menghasilkan limpasan permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang lebih besar dan kompak untuk luas DAS yang sama. Hal ini disebabkan DAS yang berbentuk sempit dan memanjang mempuyai waktu konsentrasi yang lebih lama dan curah hujannya terutama intensitasnya juga tidak sering merata sepanjang DAS yang berbentuk memanjang. Bentuk topografi DAS seperti  kelerengan, derajat kemiringan sistem drainase dan keberadaan cekungan penyimpan air di permukaan berpengaruh pada volume dan debit limpasan permukaan. Suatu DAS dengan bentuk permukaan lahan datar dan terdapat cekungan peyimpan air permukaan yang tak ber-outlet cenderung mempunyai limpasan permukaan yang lebih kecil di banddingkan dengan topografinya miring dan mempuyai pola dan sistem drainase (stream) yang sudah mapan. Sifat geologi tanah berpengaruh terhadap infiltrasi oleh karena itu berpengaruh pula terhadap limpasan.

D. Distribusi Curah Hujan
Faktor ini mempengaruhi hubungan antara hujan dan derah pengaliran suatu volume hujan tertetu yang tersebar merata diseluruh daerah aliran intensitasnya akan berkurang apabila curah hujan sebagian saja dari daerah aliran, dan menyebabkan terjadinya aliran permukaan lambat.
Debit dan volume limpasan dipengaruhi oleh distribusi dan intensitas hujan di seluruh DAS. Debit dan volume limpasan akan bernilai maksimum apabila seluruh DAS telah memberi kontribusi aliran.  Apabila kondisi topografi, tanah, dll di seluruh DAS seragam. Untuk hujan yang samacurah hujan yang distribusinya merata menghasilkan debit puncak yang paling minimum. Karakteristik distribusi hujan : rasio hujan tertinggi di suatu titik dengan hujan rata-rata DAS. Debit dan volume aliran permukaan bertambah besar dengan bertambahnya luas DAS.
Apabila debit dan volume aliran permukaan dinyatakan sebagai debit dan volume per satuan luas maka besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luasnya DAS. Berkaitan dengan waktu konsentrasi dan penyebaran atau intensitas hujan. Bentuk DAS mempengaruhi pola aliran dalam sungai.  Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukan dengan hidrograf pada DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai luas dan intensitas hujan yang sama.

PENUTUP
Kesimpulan
1.    Debit dan volume limpasan dipengaruhi oleh distribusi dan intensitas hujan di
    seluruh DAS.
2.    Debit dan volume aliran permukaan bertambah besar dengan bertambahnya luas DAS.
3.    Bentuk DAS mempengaruhi pola aliran dalam sungai.  Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukan dengan hidrograf pada DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai luas dan intensitas hujan yang sama.
4.    DAS yang berbentuk sempit dan memanjang mempuyai waktu konsentrasi yang lebih lama dan curah hujannya terutama intensitasnya juga tidak sering merata sepanjang DAS yang berbentuk memanjang.
5.    Tipe, lama, intensitas dan sebaran hujan sangat menentukan limpasan
      permukaan yang terjadi di suatu daerah aliran sungai (DAS) jumlah (volume)
      dan debit limpasan yang terjadi di suatu DAS.















DAFTAR PUSTAKA
Asdak Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Cetakan ke
               5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Samalehu Herfien. 2013. Analisis Erosi dan Teknik Konservasi Lahan Pada Daerah  
               Aliran Sungai (DAS) Waeruhu Kota Ambon.
Tesis Magister Pengelolaan
                Sumberdaya Air (MPSA) Program Studi Teknik Sipil. Jurusan Teknik Sipil
              dan Lingkungan. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Sitanala Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Subarkah. 2011. Pengelolaan Sedimen Terpadu, Materi Kuliah Program Pascasarjana
                Magister Pengelolaan Bencana Alam, Fakultas Teknik. Universitas Gadjah
              Mada. Yogyakarta.

Tjasyono Bayong. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung.









Budidaya Kayu Manis

Belajar Sedikit Tentang Budidaya Tanaman Kayu Manis
Kategori : Tanaman Kayu Manis
Sebenarnya budidaya tanaman kayu manis di Indonesia telah dikembangkan sejak bertahun-tahun yang lalu secara tradisional. Namun belakangan ini, penanaman kayu manis cukup gencar dilakukan dengan cara yang lebih modern. Hal ini tidak terlepas dari semakin tingginya nilai ekonomis yang dimiliki oleh kayu manis serta khasiatnya yang cukup besar terutama untuk kesehatan manusia.

Untuk menunjang kebutuhan masyarakat dalam pemanfaatan kayu manis, memang diperlukan pola budidaya yang lebih efisien agar produktivitasnya dapat lebih ditingkatkan. Bagi anda yang mungkin berkecimpung di dunia budidaya tanaman, kayu manis mungkin akan menjadi salah satu alternatife pilihan terbaik saat ini. Jika Anda tertarik mempelajari budidaya kayu manis, berikut ini beberapa langkah yang biasa dilakukan secara global :


Budidaya tanaman kayu manis

1.    Penyiapan lahan

Lahan untuk melakukan budidaya tanaman kayu manis sebaiknya terlebih dahulu anda cangkul dengan kedalaman sekitar 20 cm. Lahan yang akan gunakan sebaiknya bebas dari semak dan juga gulma. Dalam membuat lubang untuk penanaman bibit, berikan jarak mungkin 4 x 4 m atau 5 x 5 m.

2.    Penyiapan bibit

Kayu manis dapat diperbanyak dengan biji sehingga anda dapat melakukan pembedengan atau dengan polibek. Biji disemaikan terlebih dahulu dalam tempat khusus kemudian dilakukan pemindahan ketika bibit sudah berusia 1-2 bulan.

3.    Penanaman

Sebelum lubang yang Anda buat ditanami dengan bibit kayu manis, sebaiknya dalam lubang tersebut anda isi dengan pupuk kandang sebanyak 1 kg untuk satu lubang. Namun, jika anda menggunakan polibek dalam pembibitan, sebaiknya anda perlu hati-hati dalam menyobek plastik. Usahakan akar tidak mengalami gangguan ketika proses penyobekan. Pada budidaya tanaman kayu manis proses penanaman, usahakan leher akar tidak tertimbun tanah.

4.    Pemeliharaan

Dalam budidaya tanaman kayu manis, pemeliharaan merupakan hal yang sangat penting karena hal ini menyangkut perkembangan bibit yang anda tanamkan. Perlu anda perhatikan bahwa, untuk setiap hektar lahan yang ditanami kayu manis, perlu dilakukan pemupukan menggunakan urea sebanyak 50kg. Pemupukan ini dilakukan pertama kali saat kayu manis berusia 4 bulan dan dilakukan secara teratur sebanyak 2-4 kali setahun.

5.    Panen dan pascapanen

Panen dapat anda lakukan ketika warna daun dari tanaman kayu manis berwarna hijau tua dan untuk panen pertama dapat anda lakukan ketika usia pohon kayu manis anda 8 tahun. Pemanenan kayu manis dilakukan dengan cara mengerat kulit batang dan kulit ranting dari tanaman kayu manis yang telah cukup umur.

Tahapan di atas merupakan gambaran secara global tentang budidaya tanaman kayu manis. Semoga bermanfaat dan mampu menambah sedikit wawasan kita bersama.



Persiapan lahan, lahan untuk penanaman kayu manis harus bersih dari semak dan gulma. Sisa perakaran dibersihkan dari lahan, selanjutnya lahan dicangkul sebanyak dua kali agar tekstur tanah gembur. Kedalaman pencangkulan minimal 20 cm. Semakin dalam pencangkulan, maka pertumbuhan tanaman akan semakin baik terutama di lokasi pembuatan lubang tanam, setelah dicangkul, tanah diratakan kembali. Untuk sistem penanaman monokultur, jarak tanam bisa agak rapat, sedang untuk penanaman sistem tumpangsari jarak tanam diperlebar (3 m x 3 m atau 4 m x 4 m). Pada lahan yang miring , setelah dibersihkan dari semak belukar dan gulma dan dicangkuli, tanah diratakan dengan cara dibuat kontur atau teras untuk mencegah erosi. Teras dibuat sesuai dengan jarak tanam yaitu dengan lebar sekitar 1,5 - 2 meter. Setelah ditentukan jarak tanamnya, selanjutnya lahan diberi ajir sebagai tanda letak lubang tanaman. Lubang tanam yang ideal untuk kayu manis berukuran 50cm x 50cm x 50cm atau 40cm x 40cm x 40cm. Tanah galian sebaiknya dipisahkan antara bagian atas dan bagian bawah, batu atau sisa akar yang masih berada pada tanah galian dibersihkan. Selanjutnya lubang tanam dibiarkan terbuka selama 1-2 bulan. Setelah didiamkan 1-2 bulan, lubang tanam ditutup kembali dengan tanah galian. Namun sebelum dimasukkan, tanah galian bagian bawah dicampur dulu dengan pupuk kandang sebanyak 20-30 kg/lubang. Masukkan terlebih dahulu tanah galian bagian bawah, lalu disusul dengan tanah bagian atas. Penutupan lubang ini dilakukan menjelang musim hujan.
Penyiapan bibit
Bibit kayu manis dapat berasal dari; 1) bibit asal biji, yang akan ditanam sebaiknya sudah berumur 8-12 bulan di pesemaian, kemudian dicabut perlahan dengan menyertakan tanah pada perakaran bibit; 2) bibit asal tunas yaitu tunas yang sudah ditebang dapat ditanam di kebun setelah ditumbuhi akar. Selain berakar tunas ini tingginya harus sudah mencapai 50-60 cm (jika terlalu tinggi tunas tidak tahan dengan hembusan angin). Setelah dipisahkan dari batang pokoknya, tunas harus diberi perlakuan agar tidak mati atau kering sebelum ditanam, yaitu dengan membungkus bagian perakaran tunas dengan tanah. Bibit dari tunas harus sehat, daunnya dalam keadaan tua dan umurnya minimal 6 bulan; dan 3) bibit asal stek, harus sehat, memiliki pertumbuhan yang baik dan memiliki tinggi sekitar 50-60 cm..
Penanaman
Ada dua sistem penanaman kayu manis yang dapat dilakukan adalah: a) sistem monokultur yaitu sistem pertanaman dimana lahan hanya ditanami satu jenis tanaman saja, dengan menggunakan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m (jumlah tanaman 4.400 pohon/ ha); dan 2) sistem tumpang sari, yaitu sistem pertanaman dimana lahhan pertanaman ditanamani lebih dari satu macam tanaman. Jenis tanaman yang umumnya digunakan antara lain palawija, sayur, buah, kopi dan cengkih. Untuk penanaman sistem tumpang sari, jarak tanam lebih lebar yaitu 2 m x 2 m; 2,5 m x 2,5 m; 3 m x 3 m; 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m. Bila menggunakan tanaman palawija, sayur atau buah semusim, jarak tanam yang dipergunakan lebih rapat bila dibanding dengan dengan tanaman buah tahunan atau tanaman perkebunan lainnya.
Waktu tanam
Waktu yang tepat untuk penanaman adalah pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena kayu manis pada saat beberapa bulan setelah tanam memerlukan naungan dan air yang cukup.
Cara tanam
Setelah dibuat lubang, bibit dapat diletakkan dibagian tengah, lalu ditimbun tanah. Timbunan tanah harus padat agar kuat menahan terpaan angin dan hujan. Selain tanah dipadatkan, bibit juga diberi ajir. Untuk bibit yang berasal dari tunas, penanamannya agak miring. Jumlah daun sebaiknya dikurangi untuk mencegah penguapan yang berlebihan dan dapat tumbuh tunas-tunas baru.



Contoh kuisioner Sosial-Budaya

Nama kegiatan                        : Orientasi Objek Wisata Batu Katak
Hari, tanggal                           : Selasa, 23 Februari 2016
Waktu                                     : Pukul 08.00-17.00 WIB
Lokasi kegiatan                       : Desa Batu Jongjong, Dusun Batu Katak
Alat                                         : Alat tulis, dan kamera
Bahan                                      : -
Metode kegiatan                     : Interview/wawancara
Hasil dan pembahasan            : Objek wisata yang ada di Desa Batu Jongjong, Dusun Batu Katak memiliki 13 jenis paket wisata beberapa objek  wisata yang dapat dinikmati pengunjung. Paket wisata tersebut berupa wisata air, susur goa, melihat bunga raflesia, bunga bangkai, dan objek flora dan fauna hutan lainnya. Objek wisata Batu Katak ini telah berjalan selama tiga tahun dan perkembangannya berkerjasama dengan pihak Taman Nasional Gunung Leuser.
Permasalahan                          : Informasi yang didapatkan dari beberapa pihak lembaga objek wisata Batu Katak masih sedikit.
Pemecahan masalah                : Mengadakan diskusi bersama pihak pengurus objek wisata yaitu ketua umum, ketua harian, kepala dusun Batu Katak, dan beberapa orang pemandu wisata.
Kesimpulan                             : Objek wisata Batu Katak dikelola oleh masyarakat setempat yeng membentuk suatu kelembagaan yang dinamakan Lembaga Pariwisata Batu Katak dengan pemangku jabatan seperti ketua umum, ketua harian dan pemandu wisata. Objek wisata Batu Katak telah berjalan selama tiga tahun dan berkerjasama dengan pihak Taman Nasional Gunung Leuser.




Nama kegiatan                        : Analisis Kegiatan Ekowisata Batu Katak
Hari, tanggal                           : Rabu, 24 Februari 2016
Waktu                                     : Pukul 09.00-16.00 WIB
Lokasi kegiatan                       : Desa Batu Jongjong, Dusun Batu Katak
Alat                                         : Kamera, senter, dan parang
Bahan                                      : -
Metode kegiatan                     : tracking (observasi langsung)
Hasil dan pembahasan            : Beberapa jenis objek wisata yang dapat diknjungi di Desa Batu Jongjong, Dusun Batu Katak adalah susur goa, pemandangan indah bukit kapur, wisata air, dan berbagai jenis flora seperti bunga bangkai, bunga raflesia serta fauna hutan seperti siamang, musang, monyet, kelelawar, wallet, serta orang utan.
Permasalahan                          : Jarak tempuh menuju lokasi (jalur tracking) yang terlalu jauh dan sedikit membahayakan/menantang.
Pemecahan masalah                : Mempersiapkan fisik dan mental dalam melaksanakan tracking serta sering beristirahat di perjalanan agar tidak terlalu lelah.
Kesimpulan                             : Objek wisata di Desa Batu Jongjong, Dusun Batu Katak cukup bervariasi dan menarik untuk dinikmati seperti wisata air, susur goa, wisata bunga bangkai dan bunga raflesia, serta wisata fauna hutan yang dapat dinikmati secara langsung. Selain karena suasana yang tentram dan damai, ojek wisata yang ada di daerah ini juga memberikan nuansa pemandangan alam yang baik dan indah.





Nama kegiatan                        : Penyelamatan Orang Utan Sakit
Hari, tanggal                           : Sabtu, 27 Februari 2016
Waktu                                     : Pukul 09.00-14.00 WIB
Lokasi kegiatan                       : Desa Batu Jongjong, Dusun Batu Katak
Alat                                         : Kamera
Bahan                                      : Persediaan logistik
Metode kegiatan                     : Observasi langsung
Hasil dan pembahasan            : Di hari sebelumnya ditemukan di sekitar areal perkebunan masyarakat bahwa ada seekor orang utan dewasa berjenis kelamin jantan memiliki luka di bagian belakang tubuhnya. Temuan ini dilaporkan oleh masyarakat kepada lembaga pengelola objek wisata batu katak dan melalui lembaga tersebut dilaporkan kepada pihak TNGL serta mitra nya yang bergerak di bidang konservasi orang utan yaitu OIC. Menanggapi hal itu, pihak TNGL, mitra serta masyarakat desa batu jongjong langsung melakukan tindakan penyelamatan terhadap orang utan yang dilaporkan tersebut. Namun, orang utan yang dilaporkan tidak ditemukan di lokasi karena obyek yang dimaksud telah berpindah tempat sehingga penelusuran untuk penyelamatan orang utan yang dilaporkan memiliki luka tidak dapat dilanjutkan.
Permasalahan                          : Penyelamatan orang utan yang dilaporkan memiliki luka di bagian tubuhnya tidak dapat terlaksana karena orang utan yang dimaksud tidak dapat ditemukan.
Pemecahan masalah                : Dilakukan penelusuran ke tiga arah berbeda dengan memecah  kelompok tim menjadi tiga tim.
Kesimpulan                             : Orang utan yang sakit tidak di temukan hingga siang hari.


Nama kegiatan                        : Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat   Sekitar Kawasan
Hari, tanggal                           : Minggu, 28 Februari 2016
Waktu                                     : Pukul 11.00 – 23.00 WIB
Lokasi Kegiatan                      : Dusun Batu Katak
Alat                                         : Alat tulis, Kamera
Bahan                                      : Hasil panen masyarakat berupa padi, dan obat-obatan tradisional produk kelompok pulungen tawar
Metode kegiatan                     : Interview/wawancara
Hasil dan Pembahasan            : Salah satu budaya masyarakat karo yang masih dilestarikan di dusun batu katak adalah tradisi “Mahpah” yaitu masyarakat bekerjasama membuat emping beras yang disimbolkan sebagai ucapan syukur atas hasil panen tanaman mereka. Produk tersebut dikenal sebagai “Pahpah”. Kegiatan ini melibatkan masyarakat mulai dari berumur dewasa hingga tetua-tetua warga tersebut terutama yang masih masuk ke dalam suku karo. Selain itu, terdapat juga kelompok masyarakat yang membentu kesatuan dalam mengolah dan membuat obat-obatan yang diramu dengan ramuan tradisional dengan memanfaatkan tanaman-tanaman yang berkhasiat sebagai obat yang diperoleh dari sekitar desa ataupun dari kawasan hutan. Kelompok tersebut terdiri dari ibu-ibu rumah tangga dan kelompok tersebut diberi nama “Pulungen Tawar”.
Permasalahan                          : Alat-alat yang digunakan dalam memproduksi obat-obatan dan produk olahannya masih menggunakan peralatan tradisional dan sederhana. Selain itu, dalam pemasaran produk olahan berupa obat-obatan tradisional tersebut masih tergolong rendah sehingga perkembangannya belum pesat.  
Pemecahan Masalah                : Pembuatan produk olahan tersebut     menggunakan peralatan yang seadanya. kegiatan pemasaran produk olahan tersebut dilakukan dengan promosi face to face dan mouth to mouth.
Kesimpulan                             : Mahpah adalah salah satu tradisi budaya karo yang sampai saat ini masih dilestarikan. Selain itu, kelompok masyarakat juga membentuk perkumpulan yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga dalam pembuatan obat-obatan tradisional.






Kawasan Hortikultura

Definisi / Pengertian Pertanian Hortikultura :

Pengertian Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus, yang berarti tanaman kebun dan cultura/colere, berarti budidaya, sehingga dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Istilah hortikultura digunakan pada jenis tanaman yang dibudidayakan. Bidang kerja hortikultura meliputi pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, hama dan penyakit, panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu metode budidaya pertanian modern.

Hortikultura merupakan cabang dari ilmu agronomi. Berbeda dengan agronomi, hortikultura memfokuskan pada budidaya tanaman buah (pomologi/frutikultur), tanaman bunga (florikultura), tanaman sayuran (olerikultura), tanaman herbal (biofarmaka), dan taman (lansekap). Salah satu ciri khas produk hortikultura adalah perisabel atau mudah rusak karena segar.

Hortikultura merupakan perpaduan antara ilmu, teknologi, seni, dan ekonomi. Praktek pertanian hortikultura modern berkembang berdasarkan pengembangan ilmu yang menghasilkan teknologi untuk memproduksi dan menangani komoditas hortikultura yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi maupun kesenangan pribadi.

Bedasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan, pertanian hortikultura dapat dibagi menjadi beberapa disiplin ilmu yang lebih spesifik, yaitu :
1.                  Olericulture adalah bagian hortikultura yang mempelajari budidaya tanaman sayur.
2.                  Pomology adalah bagian hortikultura yang mempelajari budidaya tanaman buah-buahan
3.                  Floriculture adalah bagian hortikultura yang mempelajari budidaya tanaman hias
4.                  Landscape horticulture adalah bagian hortilultura yang mempelajari pemanfaatan tanaman hortikultura dalam penataan lingkungan.
5.                  Apiary (apikultura): bagian hortikultura yang mempelajari budidaya lebah madu.

Pada umumnya komoditas hortikultura dimanfaatkan dalam keadaan masih hidup sehingga perisibel (mudah rusak), dan air merupakan komponen penting dalam kualitas. Ciri-ciri penting komoditas Hortikultura adalah:

1. Komoditas hortikultura (sebagian besar) dipasarkan dalam keadaan hidup. Maksudnya sesuatu yang akan mati/rusak dan tidak ada nilainya.

2. Komoditas hortikultura mudah rusak. Artinya komoditas ini tidak dapat disimpan lama, harus segera dipasarkan dan dikonsumsi.

3. Komoditas hortikultura diperdagangkan dengan kandungan air tinggi dan meruah (voluminous). Artinya untuk pengangkutan dan penggudangan memerlukan ruang yang luas. Transportasi lewat udara memerlukan biaya yang tinggi karena kandungan air.

4. Kualitas adalah kata kunci pada komoditas ini. Produk hortikultura yang tidak berkualitas tidak akan ada harganya. 

5. Komoditas ini tidak dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, tetapi sebagai sumber vitamain, mineral atau kesenangan. Sebagai sumber kesenangan, maka sekali lagi kualitas merupakan hal yang sangat penting. 

6. Komoditas ini memerlukan penanganan pasca panen yang baik. Ini merupakan konsekuensi dari tuntutan terhadap kualitas, dan karena komoditas ini mudah rusak.

7. Komoditas ini biasanya memberikan pemasukan yang baik. dimana, komoditas hortikultura di Indonesia seringkali diusahakan dalam skala usaha yang sempit / kecil, tetapi memberikan hasil ekonomi yang tinggi. Namun modal yang diperlukan untuk mengusahakan tanaman hortikultura juga lebih banyak daripada tanaman agronom
























Teknologi untuk Pertanian
                  Jika ingin menerapkan teknologi tepat guna di pedesaansebaiknya memang sesuai dengan mata pencaharian kebanyakan penduduk di lokasi tersebut. Dengan demikian teknologi tersebut akan benar-benar memberikan manfaat. Misalnya saja untuk masyarakat dengan mata pencaharian pertanian yaitu :
  1. Ditemukannya teknologi untuk mengolah tanah pertanian. Mulai dari mencangkul kemudian ada bajak sawah dengan bantuan hewan ternak hingga muncul traktor sederhana yang digerakkan tenaga manusia hingga traktor dengan mesin.
  2. Adanya mesin penebar pupuk organik yang membantu menyebarkan pupuk lebih cepat dan merata.
  3. Mesin untuk merontokkan padi atau gabah. Dulu, masyarakat merontokkan padi atau gabah dengan cara dipukul. Selain membutuhkan tenaga besar, risikonya padi banyak yang hancur sehingga hasil beras kurang maksimal. Kemudian muncul mesin perontok padi yang semakin mempercepat dan meningkatkan kualitas hasil panen padi.
  4. Mesin untuk memipil jagung. Jagung yang telah dipanen biasanya dijemur. Setelah kering ada yang langsung dijual tanpa dipipil namun ada pula yang dipipil terlebih dahulu. Pemipilan dengan tenaga manusia, hasilnya tentu terbatas, karena memipil jagung bukan perkara mudah. Tangan khususnya bagian jari akan cepat kelelahan. Penggunaan mesin mempercepat upaya pemipilan jagung.
  5. Mesin untuk membuat ekstrak minyak dari biji-bijian. Adakalanya harga jual biji-bijian semacam wijen, jarak, kacang, kedelai tidaklah tinggi. Namun ketika menjadi minyak atau ekstrak, harganya luar biasa tinggi. Itulah sebabnya adanya mesin untuk membuat ekstrak minyak dari biji-bijian tersebut akan bisa meningkatkan pendapatan para petani.

Teknologi untuk Peternakan
                  Bagaimana jika memiliki pekerjaan sebagai peternak? Ada begitu banyak teknologi yang mempermudah dan meningkatkan penghasilan para peternak. Misalnya saja kehadiran mesin untuk menetaskan telur. Mulai dari telur ayam, telur bebek, menthok dan lainnya. Adanya mesin tersebut mempercepat proses pengembang biakan ternak unggas yang dimiliki. Kemudian adanya mesin pemerah susu pada sapi perah juga semakin meningkatkan hasil susu segar dari para peternak sapi perah. Masih banyak jenis-jenis teknologi yang membantu para peternak untuk mengembangkan usaha yang dilakukan. Alhasil kuantitas hewan ternak juga semakin meningkat. Artinya penghasilan pun semakin bertambah.





Teknologi untuk Usaha Kecil
                  Di pedesaan ada begitu banyak pula usaha yang dikembangkan. Misalnya usaha pembuatan tempe, usaha penjualan kacang mete baik mentah maupun matang dan lainnya. Usaha pembuatan tempe dimudahkan dengan kehadiran teknologi untuk mengupas kulit ari kedelai. Sehingga saat membuat tempe, pada saat tahap pengelupasan kulit ari kedelai tidak perlu menginjak-injak. Kebersihan tempe hasil produksi pun semakin meningkat. Begitu pula ketika memiliki usaha penjualan kacang mete. Untuk mengupas kacang mete memerlukan teknik khusus sehingga biji mete tidak banyak yang hancur. Selain itu getah juga tidak mengenai tangan. Adanya mesin untuk mengupas kacang mete secara otomatis benar-benar menjadi jalan keluar kesulitan tersebut. Kacang mete pun lebih berkualitas dan hasilnya lebih banyak. Asal sesuai dengan mata pencaharian masyarakat sekitar maka teknologi tepat guna di pedesaanakan memberikan banyak manfaat dan dengan mudah diterima oleh masyarakat.



















KONSEP DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN HORTI
A. Konsep Kawasan
Konsep pengembangan kawasan merupakan konsep yang sangat tepat dalam rangka mengintegrasikan beberapa kegiatan dengan Eselon I terkait lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian. Pengembangan kawasan hortikultura dengan pendampingan intensif pada tahun 2009 berada pada 11 provinsi, 48 kabupaten/ kota dan pada tahun 2010 berada pada 21 provinsi, 91 kabupaten/ kota. Sedangkan pengembangan kawasan inisiasi hortikultura pada tahun 2010 sebanyak 31 provinsi, 77 kabupaten/ kota.
Menurut Permentan No: 41 Tahun 2009, berdasarkan dominasi komoditasnya, tipe kawasan agribisnis hortikultura dapat dibedakan atas:
1. Kawasan dengan dominasi komoditas hortikultura dengan sedikit atau tanpa tambahan/sisipan komoditas lainnya;
2. Kawasan budidaya hortikultura yang seimbang atau hampir seimbang antara komoditas hortikultura dan komoditas lainnya;
3. Kawasan dengan dominasi komoditas nonhortikultura dengan sedikit atau banyak tambahan/ sisipan komoditas hortikultura di dalamnya.
Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Permentan No: 41 Tahun 2009 adalah:
1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen;
2. Memiliki potensi untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis hortikultura;
3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.
Sedangkan pendekatan pengembangan kawasan hortikultura menurut Direktorat Jenderal Hortikultura adalah:
1. Basis: kawasan (beberapa sentra produksi hortikultura kabupaten/ kota yang berdekatan)
2. Fokus:
a. Komoditas potensial pada lokasi yang berdampingan dan/ atau berdekatan;
b. Kesamaan karakter komoditas, agroklimat, kondisi sosial budaya;
c. Efisiensi dan efektivitas pengembangan wilayah dan penyediaan prasarana;
d. Kesamaan manajemen pengelolaan tanaman.
3. Skala usaha ekonomis dengan pengembangan kawasan hortikultura yang luas
4. Lebih efektif dalam pengembangan wilayah
5. Lebih efektif dalam penyediaan prasarana
6. Cakupan area pengembangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih luas dan lebih baik.

B. Strategi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Strategi dasar pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi komoditas unggulan yang telah berkembang di wilayah tertentu dan kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis pendekatan agribisnis dengan memperhatikan keterkaitan hulu-hilir secara berkesinambungan. Pengembangan kawasan hortikultura ini tidak berdiri sendiri, namun lebih merupakan keterpaduan dari berbagai program dan kegiatan pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku yang telah ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait, seperti perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, PU dan lainnya, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan lainnya.
Dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, strategi dasar yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan sebagai pusat pertumbuhan pengembangan produk hortikultura unggulan (dapat lebih dari 1 komoditas) yang menjadi komoditas unggulan dan spesifik di kawasan tersebut. Keluaran dari pengembangan kawasan difokuskan pada pengembangan produk berdaya saing dengan orientasi pada pasar regional, nasional atau internasional melalui penerapan GAP
2. Pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk berinvestasi dalam mengembangkan agribisnis hortikultura di kawasan
3. Kawasan memiliki keterkaitan dengan sektor industri hulu-hilir (backward and forward linkages), yang merupakan stimulan kegiatan ekonomi, sehingga akan mampu meningkatkan daya saing.
4. Pengembangan kawasan mempunyai keterkaitan antar kabupaten/kota ataupun antar provinsi, oleh karena itu keterpaduan menjadi dasar keberhasilan dalam pengembangan kawasan.

III. KUNCI PENGEMBANGAN KAWASAN
Beberapa kunci dalam pengembangan kawasan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Pemberdayaan atau Penguatan Sumberdaya Manusia
Dalam penguatan sumberdaya manusia diarahkan pada para petugas pendamping (penyuluh, staf teknis), petani dan pelaku usaha, dengan orientasi pada budidaya yang baik, pengembangan bisnis dan profesionalisme. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain melalui pengembangan sekolah lapang. Fokus penguatan sumberdaya manusia mencakup aspek budidaya, SLPHT, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran, serta kelembagaan dalam satu rangkaian yang terfokus pada komoditas unggulan.

B. Penelitian dan Pengembangan
Aspek penelitian dan pengembangan merupakan hal yang terpenting dalam rancang bangun kawasan. Kegiatan litbang diarahkan dalam rangka mendukung produk yang berdaya saing yang terdiri dari aspek teknologi produksi, teknologi panen dan pasca panen serta pengolahan. Peran dan dukungan lembaga penelitian (BPTP, balai penelitian, perguruan tinggi) lebih diorientasikan untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan petani akan teknologi dan lebih ditekankan upaya pendampingan dalam rangka alih teknologi serta sosialisasi hasil penelitian secara langsung seperti pelatihan/ magang lebih diintensifkan.

C. Pengembangan Pasar
Pasar merupakan penarik utama dalam pengembangan komoditas. Potensi pasar perlu dieksplorasi secara optimal, antara lain melalui upaya kajian pasar (tujuan, kontinuitas permintaan, kualitas, jumlah dll), penyediaan informasi pasar, pengembangan jaringan pasar dan promosi. Pengembangan pasar perlu dibarengi dengan pembenahan manajemen rantai pasok (supply chain management), sehingga produk yang dipasarkan dapat diterima di tangan konsumen dengan kualitas yang baik dan keuntungan yang terdistribusi secara proporsional pada setiap pelaku usaha serta adanya jaminan pasokan.
D. Pengembangan Sarana Prasarana dan Infrastruktur
Aspek dasar pengembangan kawasan, terdiri dari pengembangan sarana dan prasarana dasar (infrastruktur fisik seperti jalan, bendungan dan irigasi) dan sarana prasarana pendukung kegiatan produksi dan/atau pengolahan. Keberadaan infrastruktur sangat penting untuk menjamin akses keluar-masuk transportasi ke kawasan sehingga produk dapat tersalurkan keluar kawasan dengan baik. Aspek sarana & prasarana sangat penting dan menentukan kualitas produk hortikultura yang dihasilkan.

E. Akses terhadap Sumber Permodalan
Diperlukan fasilitasi dan kemudahan bagi pelaku usaha di kawasan untuk mempunyai akses yang lebih mudah terhadap Lembaga keuangan serta dengan persyaratan yang tidak memberatkan pelaku usaha. Pelayanan kepada petani diharapkan dapat lebih mudah, serta dapat difasilitasi dengan pendamping dalam mediasi dan mempermudah akses permodalan, seperti yang sudah dilakukan dalam jaringan UKM;

F. Pengembangan Kelembagaan
Kelembagaan di tingkat petani, baik itu kelompok tani ataupun kelompok usaha perlu dikembangkan, ditingkatkan, diaktifkan, dikuatkan sebagai ujung tombak pengembangan usaha di kawasan. Pengembangan kelompok tani diarahkan pada pembentukan/ pengaktifan kelompok tani dan gabungan kelompok tani, asosiasi serta penguatan kelembagaan ekonomi petani. Pendekatan partisipatif dalam pengelolaan kelembagaan untuk selanjutnya akan mewarnai pengembangan kawasan melalui pemberdayaan masyarakatnya. Para champion di setiap mata rantai dari produksi sampai pasar diberdayakan untuk mendorong keberhasilan agribisnis. Kelembagaan usaha di tingkat petani juga di arahkan untuk bermitra dengan perusahaan/ swasta yang mempunyai akses pasar.

G. Iklim Usaha
Perbaikan regulasi/ peraturan yang memberikan kemudahan dan kelancaran dalam berusaha, meliputi kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada peninjauan dan perbaikan terhadap peraturan-peraturan pemerintah yang menghambat terciptanya iklim usaha yang kondusif. Pengembangan kawasan didukung oleh adanya sistem pelayanan satu atap untuk kemudahan perijinan usaha dan investasi yang mendukung keterpaduan antar sektor dan antar pelaku untuk kemudahan berinvestasi. Kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan dalam memberikan jaminan tersedianya permodalan untuk pengembangan.
H. Jejaring Kerja
Keberhasilan dalam pengembangan kawasan sangat tergantung dari kerjasama dan interaksi antar pelaku yang ada di dalamnya, yaitu pemerintah, pelaku usaha (swasta/asosiasi) dan masyarakat (LSM). Oleh karena itu komunikasi dan jejaring kerja antar pemangku kepentingan perlu dijalin dan dibina sehingga berbagai permasalahan yang timbul dan berkembang dapat diantisipasi dan diselesaikan secara cepat dan tepat.

I. Komitmen
Komitmen daerah di dalam memberikan dukungan/ fasilitas untuk pengembangan kawasan secara berkelanjutan sangat diharapkan. Adanya komitmen dari Pemerintah Daerah baik propinsi, kabupaten maupun kota akan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap pembangunan kawasan.