Definisi / Pengertian
Pertanian Hortikultura :
Pengertian
Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus, yang berarti
tanaman kebun dan cultura/colere, berarti budidaya, sehingga dapat diartikan
sebagai budidaya tanaman kebun. Istilah hortikultura digunakan pada jenis
tanaman yang dibudidayakan. Bidang kerja hortikultura meliputi pembenihan,
pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, hama dan penyakit, panen,
pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu metode budidaya
pertanian modern.
Hortikultura merupakan
cabang dari ilmu agronomi. Berbeda dengan agronomi, hortikultura memfokuskan
pada budidaya tanaman buah (pomologi/frutikultur), tanaman bunga
(florikultura), tanaman sayuran (olerikultura), tanaman herbal (biofarmaka),
dan taman (lansekap). Salah satu ciri khas produk hortikultura adalah perisabel
atau mudah rusak karena segar.
Hortikultura merupakan
perpaduan antara ilmu, teknologi, seni, dan ekonomi. Praktek pertanian
hortikultura modern berkembang berdasarkan pengembangan ilmu yang menghasilkan
teknologi untuk memproduksi dan menangani komoditas hortikultura yang ditujukan
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi maupun kesenangan pribadi.
Bedasarkan jenis
tanaman yang dibudidayakan, pertanian hortikultura dapat dibagi menjadi
beberapa disiplin ilmu yang lebih spesifik, yaitu :
1.
Olericulture adalah
bagian hortikultura yang mempelajari budidaya tanaman sayur.
2.
Pomology adalah bagian
hortikultura yang mempelajari budidaya tanaman buah-buahan
3.
Floriculture adalah
bagian hortikultura yang mempelajari budidaya tanaman hias
4.
Landscape horticulture
adalah bagian hortilultura yang mempelajari pemanfaatan tanaman hortikultura
dalam penataan lingkungan.
5.
Apiary (apikultura):
bagian hortikultura yang mempelajari budidaya lebah madu.
Pada umumnya komoditas
hortikultura dimanfaatkan dalam keadaan masih hidup sehingga perisibel (mudah
rusak), dan air merupakan komponen penting dalam kualitas. Ciri-ciri penting
komoditas Hortikultura adalah:
1. Komoditas
hortikultura (sebagian besar) dipasarkan dalam keadaan hidup. Maksudnya sesuatu
yang akan mati/rusak dan tidak ada nilainya.
2. Komoditas
hortikultura mudah rusak. Artinya komoditas ini tidak dapat disimpan lama,
harus segera dipasarkan dan dikonsumsi.
3. Komoditas
hortikultura diperdagangkan dengan kandungan air tinggi dan meruah
(voluminous). Artinya untuk pengangkutan dan penggudangan memerlukan ruang yang
luas. Transportasi lewat udara memerlukan biaya yang tinggi karena kandungan
air.
4. Kualitas adalah
kata kunci pada komoditas ini. Produk hortikultura yang tidak berkualitas tidak
akan ada harganya.
5. Komoditas ini tidak
dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, tetapi sebagai sumber vitamain, mineral
atau kesenangan. Sebagai sumber kesenangan, maka sekali lagi kualitas merupakan
hal yang sangat penting.
6. Komoditas ini
memerlukan penanganan pasca panen yang baik. Ini merupakan konsekuensi dari
tuntutan terhadap kualitas, dan karena komoditas ini mudah rusak.
7. Komoditas ini
biasanya memberikan pemasukan yang baik. dimana, komoditas hortikultura di
Indonesia seringkali diusahakan dalam skala usaha yang sempit / kecil, tetapi
memberikan hasil ekonomi yang tinggi. Namun modal yang diperlukan untuk
mengusahakan tanaman hortikultura juga lebih banyak daripada tanaman agronom
Teknologi untuk Pertanian
Jika ingin menerapkan teknologi tepat guna di pedesaansebaiknya memang sesuai dengan mata pencaharian kebanyakan penduduk di
lokasi tersebut. Dengan demikian teknologi tersebut akan benar-benar memberikan
manfaat. Misalnya saja untuk masyarakat dengan mata pencaharian pertanian yaitu
:
- Ditemukannya teknologi untuk mengolah tanah
pertanian. Mulai dari mencangkul kemudian ada bajak sawah dengan bantuan
hewan ternak hingga muncul traktor sederhana yang digerakkan tenaga
manusia hingga traktor dengan mesin.
- Adanya mesin penebar pupuk organik yang membantu
menyebarkan pupuk lebih cepat dan merata.
- Mesin untuk merontokkan padi atau gabah. Dulu,
masyarakat merontokkan padi atau gabah dengan cara dipukul. Selain
membutuhkan tenaga besar, risikonya padi banyak yang hancur sehingga hasil
beras kurang maksimal. Kemudian muncul mesin perontok padi yang semakin
mempercepat dan meningkatkan kualitas hasil panen padi.
- Mesin untuk memipil jagung. Jagung yang telah
dipanen biasanya dijemur. Setelah kering ada yang langsung dijual tanpa
dipipil namun ada pula yang dipipil terlebih dahulu. Pemipilan dengan
tenaga manusia, hasilnya tentu terbatas, karena memipil jagung bukan
perkara mudah. Tangan khususnya bagian jari akan cepat kelelahan.
Penggunaan mesin mempercepat upaya pemipilan jagung.
- Mesin untuk membuat ekstrak minyak dari
biji-bijian. Adakalanya harga jual biji-bijian semacam wijen, jarak,
kacang, kedelai tidaklah tinggi. Namun ketika menjadi minyak atau ekstrak,
harganya luar biasa tinggi. Itulah sebabnya adanya mesin untuk membuat
ekstrak minyak dari biji-bijian tersebut akan bisa meningkatkan pendapatan
para petani.
Teknologi untuk Peternakan
Bagaimana jika memiliki pekerjaan sebagai peternak? Ada begitu banyak
teknologi yang mempermudah dan meningkatkan penghasilan para peternak. Misalnya
saja kehadiran mesin untuk menetaskan telur. Mulai dari telur ayam, telur
bebek, menthok dan lainnya. Adanya mesin tersebut mempercepat proses pengembang
biakan ternak unggas yang dimiliki. Kemudian adanya mesin pemerah susu pada
sapi perah juga semakin meningkatkan hasil susu segar dari para peternak sapi
perah. Masih banyak jenis-jenis teknologi yang membantu para peternak untuk
mengembangkan usaha yang dilakukan. Alhasil kuantitas hewan ternak juga semakin
meningkat. Artinya penghasilan pun semakin bertambah.
Teknologi untuk Usaha Kecil
Di pedesaan ada begitu banyak pula usaha yang dikembangkan. Misalnya usaha
pembuatan tempe, usaha penjualan kacang mete baik mentah maupun matang dan
lainnya. Usaha pembuatan tempe dimudahkan dengan kehadiran teknologi untuk
mengupas kulit ari kedelai. Sehingga saat membuat tempe, pada saat tahap
pengelupasan kulit ari kedelai tidak perlu menginjak-injak. Kebersihan tempe
hasil produksi pun semakin meningkat. Begitu pula ketika memiliki usaha
penjualan kacang mete. Untuk mengupas kacang mete memerlukan teknik khusus
sehingga biji mete tidak banyak yang hancur. Selain itu getah juga tidak
mengenai tangan. Adanya mesin untuk mengupas kacang mete secara otomatis
benar-benar menjadi jalan keluar kesulitan tersebut. Kacang mete pun lebih
berkualitas dan hasilnya lebih banyak. Asal sesuai dengan mata pencaharian
masyarakat sekitar maka teknologi tepat guna di pedesaanakan
memberikan banyak manfaat dan dengan mudah diterima oleh masyarakat.
KONSEP DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KAWASAN HORTI
A. Konsep Kawasan
Konsep pengembangan kawasan merupakan konsep yang sangat tepat dalam rangka mengintegrasikan beberapa kegiatan dengan Eselon I terkait lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian. Pengembangan kawasan hortikultura dengan pendampingan intensif pada tahun 2009 berada pada 11 provinsi, 48 kabupaten/ kota dan pada tahun 2010 berada pada 21 provinsi, 91 kabupaten/ kota. Sedangkan pengembangan kawasan inisiasi hortikultura pada tahun 2010 sebanyak 31 provinsi, 77 kabupaten/ kota.
Menurut Permentan No: 41 Tahun 2009, berdasarkan dominasi komoditasnya, tipe kawasan agribisnis hortikultura dapat dibedakan atas:
1. Kawasan dengan dominasi komoditas hortikultura dengan sedikit atau tanpa tambahan/sisipan komoditas lainnya;
2. Kawasan budidaya hortikultura yang seimbang atau hampir seimbang antara komoditas hortikultura dan komoditas lainnya;
3. Kawasan dengan dominasi komoditas nonhortikultura dengan sedikit atau banyak tambahan/ sisipan komoditas hortikultura di dalamnya.
Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Permentan No: 41 Tahun 2009 adalah:
1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen;
2. Memiliki potensi untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis hortikultura;
3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.
Sedangkan pendekatan pengembangan kawasan hortikultura menurut Direktorat Jenderal Hortikultura adalah:
1. Basis: kawasan (beberapa sentra produksi hortikultura kabupaten/ kota yang berdekatan)
2. Fokus:
a. Komoditas potensial pada lokasi yang berdampingan dan/ atau berdekatan;
b. Kesamaan karakter komoditas, agroklimat, kondisi sosial budaya;
c. Efisiensi dan efektivitas pengembangan wilayah dan penyediaan prasarana;
d. Kesamaan manajemen pengelolaan tanaman.
3. Skala usaha ekonomis dengan pengembangan kawasan hortikultura yang luas
4. Lebih efektif dalam pengembangan wilayah
5. Lebih efektif dalam penyediaan prasarana
6. Cakupan area pengembangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih luas dan lebih baik.
B. Strategi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Strategi dasar pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi komoditas unggulan yang telah berkembang di wilayah tertentu dan kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis pendekatan agribisnis dengan memperhatikan keterkaitan hulu-hilir secara berkesinambungan. Pengembangan kawasan hortikultura ini tidak berdiri sendiri, namun lebih merupakan keterpaduan dari berbagai program dan kegiatan pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku yang telah ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait, seperti perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, PU dan lainnya, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan lainnya.
Dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, strategi dasar yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan sebagai pusat pertumbuhan pengembangan produk hortikultura unggulan (dapat lebih dari 1 komoditas) yang menjadi komoditas unggulan dan spesifik di kawasan tersebut. Keluaran dari pengembangan kawasan difokuskan pada pengembangan produk berdaya saing dengan orientasi pada pasar regional, nasional atau internasional melalui penerapan GAP
2. Pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk berinvestasi dalam mengembangkan agribisnis hortikultura di kawasan
3. Kawasan memiliki keterkaitan dengan sektor industri hulu-hilir (backward and forward linkages), yang merupakan stimulan kegiatan ekonomi, sehingga akan mampu meningkatkan daya saing.
4. Pengembangan kawasan mempunyai keterkaitan antar kabupaten/kota ataupun antar provinsi, oleh karena itu keterpaduan menjadi dasar keberhasilan dalam pengembangan kawasan.
III. KUNCI PENGEMBANGAN KAWASAN
Beberapa kunci dalam pengembangan kawasan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Pemberdayaan atau Penguatan Sumberdaya Manusia
Dalam penguatan sumberdaya manusia diarahkan pada para petugas pendamping (penyuluh, staf teknis), petani dan pelaku usaha, dengan orientasi pada budidaya yang baik, pengembangan bisnis dan profesionalisme. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain melalui pengembangan sekolah lapang. Fokus penguatan sumberdaya manusia mencakup aspek budidaya, SLPHT, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran, serta kelembagaan dalam satu rangkaian yang terfokus pada komoditas unggulan.
B. Penelitian dan Pengembangan
Aspek penelitian dan pengembangan merupakan hal yang terpenting dalam rancang bangun kawasan. Kegiatan litbang diarahkan dalam rangka mendukung produk yang berdaya saing yang terdiri dari aspek teknologi produksi, teknologi panen dan pasca panen serta pengolahan. Peran dan dukungan lembaga penelitian (BPTP, balai penelitian, perguruan tinggi) lebih diorientasikan untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan petani akan teknologi dan lebih ditekankan upaya pendampingan dalam rangka alih teknologi serta sosialisasi hasil penelitian secara langsung seperti pelatihan/ magang lebih diintensifkan.
C. Pengembangan Pasar
Pasar merupakan penarik utama dalam pengembangan komoditas. Potensi pasar perlu dieksplorasi secara optimal, antara lain melalui upaya kajian pasar (tujuan, kontinuitas permintaan, kualitas, jumlah dll), penyediaan informasi pasar, pengembangan jaringan pasar dan promosi. Pengembangan pasar perlu dibarengi dengan pembenahan manajemen rantai pasok (supply chain management), sehingga produk yang dipasarkan dapat diterima di tangan konsumen dengan kualitas yang baik dan keuntungan yang terdistribusi secara proporsional pada setiap pelaku usaha serta adanya jaminan pasokan.
D. Pengembangan Sarana Prasarana dan Infrastruktur
Aspek dasar pengembangan kawasan, terdiri dari pengembangan sarana dan prasarana dasar (infrastruktur fisik seperti jalan, bendungan dan irigasi) dan sarana prasarana pendukung kegiatan produksi dan/atau pengolahan. Keberadaan infrastruktur sangat penting untuk menjamin akses keluar-masuk transportasi ke kawasan sehingga produk dapat tersalurkan keluar kawasan dengan baik. Aspek sarana & prasarana sangat penting dan menentukan kualitas produk hortikultura yang dihasilkan.
E. Akses terhadap Sumber Permodalan
Diperlukan fasilitasi dan kemudahan bagi pelaku usaha di kawasan untuk mempunyai akses yang lebih mudah terhadap Lembaga keuangan serta dengan persyaratan yang tidak memberatkan pelaku usaha. Pelayanan kepada petani diharapkan dapat lebih mudah, serta dapat difasilitasi dengan pendamping dalam mediasi dan mempermudah akses permodalan, seperti yang sudah dilakukan dalam jaringan UKM;
F. Pengembangan Kelembagaan
Kelembagaan di tingkat petani, baik itu kelompok tani ataupun kelompok usaha perlu dikembangkan, ditingkatkan, diaktifkan, dikuatkan sebagai ujung tombak pengembangan usaha di kawasan. Pengembangan kelompok tani diarahkan pada pembentukan/ pengaktifan kelompok tani dan gabungan kelompok tani, asosiasi serta penguatan kelembagaan ekonomi petani. Pendekatan partisipatif dalam pengelolaan kelembagaan untuk selanjutnya akan mewarnai pengembangan kawasan melalui pemberdayaan masyarakatnya. Para champion di setiap mata rantai dari produksi sampai pasar diberdayakan untuk mendorong keberhasilan agribisnis. Kelembagaan usaha di tingkat petani juga di arahkan untuk bermitra dengan perusahaan/ swasta yang mempunyai akses pasar.
G. Iklim Usaha
Perbaikan regulasi/ peraturan yang memberikan kemudahan dan kelancaran dalam berusaha, meliputi kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada peninjauan dan perbaikan terhadap peraturan-peraturan pemerintah yang menghambat terciptanya iklim usaha yang kondusif. Pengembangan kawasan didukung oleh adanya sistem pelayanan satu atap untuk kemudahan perijinan usaha dan investasi yang mendukung keterpaduan antar sektor dan antar pelaku untuk kemudahan berinvestasi. Kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan dalam memberikan jaminan tersedianya permodalan untuk pengembangan.
H. Jejaring Kerja
Keberhasilan dalam pengembangan kawasan sangat tergantung dari kerjasama dan interaksi antar pelaku yang ada di dalamnya, yaitu pemerintah, pelaku usaha (swasta/asosiasi) dan masyarakat (LSM). Oleh karena itu komunikasi dan jejaring kerja antar pemangku kepentingan perlu dijalin dan dibina sehingga berbagai permasalahan yang timbul dan berkembang dapat diantisipasi dan diselesaikan secara cepat dan tepat.
I. Komitmen
Komitmen daerah di dalam memberikan dukungan/ fasilitas untuk pengembangan kawasan secara berkelanjutan sangat diharapkan. Adanya komitmen dari Pemerintah Daerah baik propinsi, kabupaten maupun kota akan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap pembangunan kawasan.
Konsep pengembangan kawasan merupakan konsep yang sangat tepat dalam rangka mengintegrasikan beberapa kegiatan dengan Eselon I terkait lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian. Pengembangan kawasan hortikultura dengan pendampingan intensif pada tahun 2009 berada pada 11 provinsi, 48 kabupaten/ kota dan pada tahun 2010 berada pada 21 provinsi, 91 kabupaten/ kota. Sedangkan pengembangan kawasan inisiasi hortikultura pada tahun 2010 sebanyak 31 provinsi, 77 kabupaten/ kota.
Menurut Permentan No: 41 Tahun 2009, berdasarkan dominasi komoditasnya, tipe kawasan agribisnis hortikultura dapat dibedakan atas:
1. Kawasan dengan dominasi komoditas hortikultura dengan sedikit atau tanpa tambahan/sisipan komoditas lainnya;
2. Kawasan budidaya hortikultura yang seimbang atau hampir seimbang antara komoditas hortikultura dan komoditas lainnya;
3. Kawasan dengan dominasi komoditas nonhortikultura dengan sedikit atau banyak tambahan/ sisipan komoditas hortikultura di dalamnya.
Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Permentan No: 41 Tahun 2009 adalah:
1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen;
2. Memiliki potensi untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis hortikultura;
3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.
Sedangkan pendekatan pengembangan kawasan hortikultura menurut Direktorat Jenderal Hortikultura adalah:
1. Basis: kawasan (beberapa sentra produksi hortikultura kabupaten/ kota yang berdekatan)
2. Fokus:
a. Komoditas potensial pada lokasi yang berdampingan dan/ atau berdekatan;
b. Kesamaan karakter komoditas, agroklimat, kondisi sosial budaya;
c. Efisiensi dan efektivitas pengembangan wilayah dan penyediaan prasarana;
d. Kesamaan manajemen pengelolaan tanaman.
3. Skala usaha ekonomis dengan pengembangan kawasan hortikultura yang luas
4. Lebih efektif dalam pengembangan wilayah
5. Lebih efektif dalam penyediaan prasarana
6. Cakupan area pengembangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih luas dan lebih baik.
B. Strategi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Strategi dasar pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi komoditas unggulan yang telah berkembang di wilayah tertentu dan kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis pendekatan agribisnis dengan memperhatikan keterkaitan hulu-hilir secara berkesinambungan. Pengembangan kawasan hortikultura ini tidak berdiri sendiri, namun lebih merupakan keterpaduan dari berbagai program dan kegiatan pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku yang telah ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait, seperti perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, PU dan lainnya, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan lainnya.
Dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, strategi dasar yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan sebagai pusat pertumbuhan pengembangan produk hortikultura unggulan (dapat lebih dari 1 komoditas) yang menjadi komoditas unggulan dan spesifik di kawasan tersebut. Keluaran dari pengembangan kawasan difokuskan pada pengembangan produk berdaya saing dengan orientasi pada pasar regional, nasional atau internasional melalui penerapan GAP
2. Pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk berinvestasi dalam mengembangkan agribisnis hortikultura di kawasan
3. Kawasan memiliki keterkaitan dengan sektor industri hulu-hilir (backward and forward linkages), yang merupakan stimulan kegiatan ekonomi, sehingga akan mampu meningkatkan daya saing.
4. Pengembangan kawasan mempunyai keterkaitan antar kabupaten/kota ataupun antar provinsi, oleh karena itu keterpaduan menjadi dasar keberhasilan dalam pengembangan kawasan.
III. KUNCI PENGEMBANGAN KAWASAN
Beberapa kunci dalam pengembangan kawasan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Pemberdayaan atau Penguatan Sumberdaya Manusia
Dalam penguatan sumberdaya manusia diarahkan pada para petugas pendamping (penyuluh, staf teknis), petani dan pelaku usaha, dengan orientasi pada budidaya yang baik, pengembangan bisnis dan profesionalisme. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain melalui pengembangan sekolah lapang. Fokus penguatan sumberdaya manusia mencakup aspek budidaya, SLPHT, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran, serta kelembagaan dalam satu rangkaian yang terfokus pada komoditas unggulan.
B. Penelitian dan Pengembangan
Aspek penelitian dan pengembangan merupakan hal yang terpenting dalam rancang bangun kawasan. Kegiatan litbang diarahkan dalam rangka mendukung produk yang berdaya saing yang terdiri dari aspek teknologi produksi, teknologi panen dan pasca panen serta pengolahan. Peran dan dukungan lembaga penelitian (BPTP, balai penelitian, perguruan tinggi) lebih diorientasikan untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan petani akan teknologi dan lebih ditekankan upaya pendampingan dalam rangka alih teknologi serta sosialisasi hasil penelitian secara langsung seperti pelatihan/ magang lebih diintensifkan.
C. Pengembangan Pasar
Pasar merupakan penarik utama dalam pengembangan komoditas. Potensi pasar perlu dieksplorasi secara optimal, antara lain melalui upaya kajian pasar (tujuan, kontinuitas permintaan, kualitas, jumlah dll), penyediaan informasi pasar, pengembangan jaringan pasar dan promosi. Pengembangan pasar perlu dibarengi dengan pembenahan manajemen rantai pasok (supply chain management), sehingga produk yang dipasarkan dapat diterima di tangan konsumen dengan kualitas yang baik dan keuntungan yang terdistribusi secara proporsional pada setiap pelaku usaha serta adanya jaminan pasokan.
D. Pengembangan Sarana Prasarana dan Infrastruktur
Aspek dasar pengembangan kawasan, terdiri dari pengembangan sarana dan prasarana dasar (infrastruktur fisik seperti jalan, bendungan dan irigasi) dan sarana prasarana pendukung kegiatan produksi dan/atau pengolahan. Keberadaan infrastruktur sangat penting untuk menjamin akses keluar-masuk transportasi ke kawasan sehingga produk dapat tersalurkan keluar kawasan dengan baik. Aspek sarana & prasarana sangat penting dan menentukan kualitas produk hortikultura yang dihasilkan.
E. Akses terhadap Sumber Permodalan
Diperlukan fasilitasi dan kemudahan bagi pelaku usaha di kawasan untuk mempunyai akses yang lebih mudah terhadap Lembaga keuangan serta dengan persyaratan yang tidak memberatkan pelaku usaha. Pelayanan kepada petani diharapkan dapat lebih mudah, serta dapat difasilitasi dengan pendamping dalam mediasi dan mempermudah akses permodalan, seperti yang sudah dilakukan dalam jaringan UKM;
F. Pengembangan Kelembagaan
Kelembagaan di tingkat petani, baik itu kelompok tani ataupun kelompok usaha perlu dikembangkan, ditingkatkan, diaktifkan, dikuatkan sebagai ujung tombak pengembangan usaha di kawasan. Pengembangan kelompok tani diarahkan pada pembentukan/ pengaktifan kelompok tani dan gabungan kelompok tani, asosiasi serta penguatan kelembagaan ekonomi petani. Pendekatan partisipatif dalam pengelolaan kelembagaan untuk selanjutnya akan mewarnai pengembangan kawasan melalui pemberdayaan masyarakatnya. Para champion di setiap mata rantai dari produksi sampai pasar diberdayakan untuk mendorong keberhasilan agribisnis. Kelembagaan usaha di tingkat petani juga di arahkan untuk bermitra dengan perusahaan/ swasta yang mempunyai akses pasar.
G. Iklim Usaha
Perbaikan regulasi/ peraturan yang memberikan kemudahan dan kelancaran dalam berusaha, meliputi kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada peninjauan dan perbaikan terhadap peraturan-peraturan pemerintah yang menghambat terciptanya iklim usaha yang kondusif. Pengembangan kawasan didukung oleh adanya sistem pelayanan satu atap untuk kemudahan perijinan usaha dan investasi yang mendukung keterpaduan antar sektor dan antar pelaku untuk kemudahan berinvestasi. Kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan dalam memberikan jaminan tersedianya permodalan untuk pengembangan.
H. Jejaring Kerja
Keberhasilan dalam pengembangan kawasan sangat tergantung dari kerjasama dan interaksi antar pelaku yang ada di dalamnya, yaitu pemerintah, pelaku usaha (swasta/asosiasi) dan masyarakat (LSM). Oleh karena itu komunikasi dan jejaring kerja antar pemangku kepentingan perlu dijalin dan dibina sehingga berbagai permasalahan yang timbul dan berkembang dapat diantisipasi dan diselesaikan secara cepat dan tepat.
I. Komitmen
Komitmen daerah di dalam memberikan dukungan/ fasilitas untuk pengembangan kawasan secara berkelanjutan sangat diharapkan. Adanya komitmen dari Pemerintah Daerah baik propinsi, kabupaten maupun kota akan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap pembangunan kawasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar