Selasa, 03 November 2015

Warna hidup



hitam dan pahit
Sedikit bubuk ku adu dengan gula,
Biar hitam dan pahitnya tak terasa,
Layaknya hidup ini yang pahit dan kelam
Begitu juga sore ini yang mendung tak jelas tujuannya,
Walau demikian q tak lupa menyapa kabarmu,,,,,,,,

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN
A. PENGERTIAN DAN KONSEP
 Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat
sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana
tersebut meliputi rencana sumbu jalan (trase), base camp, jembatan, gorong-gorong
dll.
1. Konsep/Strategi PWH :
 PWH adalah suatu kegiatan di dalam pengelolaan hutan yang berusaha menciptakan
persyaratan-persyaratan yang lebih baik agar pengelolaan hutan dapat lestari,
 Merupakan perpaduan teknik, ekonomis dan ekologis dari pembukaan dasar wilayah
hutan, pembukaan tegakan dan sistem penanaman, pemeliharaan, penjarangan dan
pemanenan.
Pada tahun 1970-an, PWH merupakan suatu kegiatan pembukaan jalan untuk
mengeluarkan kayu dari hutan, dimana pada saat itu :
 Belum ada usaha untuk mengusahakan agar hutan dapat lestari
 Menghasilkan kayu sebanyak-banyaknya dengan biaya sekecil-kecilnya sehingga terjadi
kerusakan hutan.
Tujuan PWH
 Adalah untuk mempermudah penataan hutan, tindakan-tindakan pembinaan hutan
(penanaman, pemeliharaan, penjarangan), pencegahan terhadap gangguan hutan dan
PHH terutama penyaradan dan pengangkutan kayu.
2. Perananan dan Fungsi PWH
Perananan PWH :
 PWH secara keseluruhan merupakan persyaratan bagi kelancaran pelaksanaan dan
pengawasan dalam produksi hutan dan PWH bertugas menciptakan kondisi yang lebih
baik dalam pengelolaan hutan serta meningkatkan fungsi sosial dan ekonomi dari hutan.
Fungsi PWH :
1. Mempermudah penataan hutan
 Membuat tata batas dalam dan luar hutan
 Tata batas dalam membagi areal hutan ke dalam blok-blok.
2. Mempermudah pengukuran pekerja, peralatan dan bahan-bahan keluar masuk
hutan.
3. Mempermudah kegiatan pembinaan hutan.
4. Mempermudah kegiatan pemanenan hasil hutan ) penebangan, penyaradan,
pengumpulan, pengnagkutan dan penimbunan)
5. Mempermudah pengawasan hutan.
6. Mempermudah perlindungan hutan (terhadap kebakaran, serangan hama dan
penyakit hutan)
7. Memungkinkan hutan sebagai tempat rekreasi yang mudah dicapai.
8. Di daerah yang terisolasi/terpencil, PWH dapat merupakan bagian yang penting dari
infrastruktur daerah tersebut, bahkan dapat merupakan pionir pengembangan hutan.
3. Tingkat-tingkat PWH
Ada 3 tingkatan PWH :
1. Pembukaan wilayah hutan yang menghubungkan areal hutan yang dikelola dengan lalu
lintas umum atau dengan industri kayu.
 Biasa juga disebut jalan koridor, yaitu jalan yang m’hubung’n jalan areal hutan
dengan lalu-lintas umum yang letaknya di luar wilayah hutan (acces road).
2. Pembukaan wilayah hutan yang menghubungkan bagian-bagian hutan dengan jalan
koridor.
 PWH ini dilakukan dengan jalan utama (main road)
3. Pembukaan wilayah hutan yang membuka bagian hutan dan menghubungkannya
dengan jalan utama.
 PWH ini dilakukan dengan membuat jalan cabang dan jalan ranting.
 Jalan cabang dan ranting untuk menghubungkan bagian dengan jalan utama.
Dengan adanya tingkatan PWH dapat dikatakan bahwa PWH merupakan pembukaan
wilayah bukan pembukaan titik.
 Pembukaan titik hanya menghubungkan 2 tempat saja.
Cirinya : standar jalan sama
 Pembukaan wilayah : membuka wilayah secara merata.
Cirinya : ada perbedaan kelas-kelas standar jalan.
Ciri khas pembukaan wilayah al :
1. Konsentrasi kendaraan akan mulai padat apabila keluar hutan.
2. Jarak angkut dalam hutan lebih pendek dibanding jarak angkut di luar hutan, sehingga
untuk mengangkut kayu di hutan muatannya yang lebih diperhatikan bukan
kecepatannya, bila di luar, kecepatan dan muatan harus diperhatikan.
 Kecepatan di jalan ranting : 4-8 km/jam
 Kecepatan di jalan cabang : 10-15 km/jam
 Kecepatan di jalan utama : 30-40 km/jam
 Kecepatan di jalan koridor : 40-50 km/jam
Jalan utama :
 Menghubungkan bagian-bagian hutan dengan areal luar hutan.
 Mempunyai standar tertentu (merupakan jalan permanen yang diperlihara terusmenerus
setiap tahun).
Jalan cabang :
 Menghubungkan bagian di dalam hutan dengan jalan utama
 Jalan ini kadang diperkeras, tergantung fungsinya.
 Diperlihara secara permanen/secara preriodik.
Jalan sarad :
 Menghubungkan individu pohon dengan jalan ranting/cabang/ utama
 Jalan tanah
 Standar teknik untuk jalan sarad lebih rendah dari jalan lainnya.
 Jarak angkut 300-400 m
B. PARAMETER PENILAI PWH
Untuk mengetahui suatu jaringan jalan yang sudah ada atau yang direncanakan, telah
dikembangkan beberapa parameter penilai, yaitu :
1. Kerapatan jalan (WD)
2. Spasi jalan (WA)
3. Persen PWH (E)
4. Jarak sarad rata-rata (RE)
1. Kerapatan jalan
 Kerapatan jalan (WD) adalah panjang jalan rata-rata pada suatu areal tertentu (m/ha).
Dimana :
L = jumlah panjang jalan yang terdapat pada suatu areal (m)
F = luas areal produktif dalam suatu areal (ha)
2. Spasi/Jarak Jalan
 Spasi jalan (WA) adalah jarak rata-rata antar jalan angkutan yang dibangun dalam
suatu areal (m, hm).
Gambar 1. Model Ideal Pembukaan Wilayah Hutan.
3. Jarak Sarad Rata-rata
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image
may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may
have to delete the image and then insert it again.
WA
WA
REo
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to
open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and
then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image
and then insert it again.
Menurut Segebaden (1964) ada 3 jenis jarak sarad rata-rata :
a. Jarak sarad rata-rata terpendek dari model PWH yang ideal (REo).
b. Jarak sarad rata-rata terpendek yang sebenarnya di lapangan (REm).
c. Jarak sarad rata yang ditempuh di dalam penyaradan sebenarnya di lapangan (REt).
Gambar 2. Cara Menghitung Jarak Sarad Rata-rata Sebenarnya
 Untuk mendapatkan jarak sarad rata-rata yang sebenarnya dari kerapatan jalan,
Segebaden (1964) menganjurkan memakai dua faktor koreksi, yaitu :
1. Faktor koreksi jaringan jalan :
Vcorr ini mengoreksi tata letak jalan di lapangan.
2. Faktor koreksi jalan sarad :
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been
corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and
then insert it again.
REm
 
RE t

 
REm
 REm 
 RE t

The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again.
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again.
Tcorr ini mengoreksi jarak sarad, dimana kayu tidak disarad melalui jalan terpendek ke
jalan angkutan atau landing, melainkan melalui jalan yang lebih panjang, karena
adanya halangan-halangan di tengah jalan seperti kemiringan lapangan, tanah tidak
rata, tegakan dll.
 Gabungan kedua faktor koreksi tersebut di atas disingkat KG, yaitu faktor pembukaan
nilai hutan dimana :
Contoh :
No. P’ukur’an REt (m) REm (m)
1
2
3
4
5
6
7
200
150
350
175
150
250
300
175
150
200
175
150
225
275
Jumlah 1575 1350
Rata-rata 225 193
REo = 167 m
REm = 193 m
REt = 225 m
Sehingga ;
Vcorr = REt/REm = 225/193 = 1,16
Tcorr = REm/REo = 193/167 = 1,15
Jadi,
KG = Vcorr.Tcorr = (1,115) (1,16) = 1,35
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image
may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may
have to delete the image and then insert it again.
FAO (1974), menyarankan agar di dalam pemanenan dan penangangkutan kayu di
antara tanaman di negara berkembang dipergunakan nilai KG sbb. :
 Untuk di daerah datar : KG = 1,6 – 2,0
 Untuk di daerah sedang dan berbukit : KG = 2,0 – 2,8
 Untuk di daerah pegunungan dan curam : KG = 2,8 – 3,6
 Untuk di daerah pegunungan dan sangat curam : KG >3,6
4. Persen PWH
 Persen PWH adalah persen keterlayanan/keterbukaan suatu wilayah hutan yang
disebabkan oleh pembuatan jalan (PWH).
Dimana :
Fer = areal hutan yang terbuka akibat pembuatan jalan (ha)
F = luas areal hutan yang dibuka dalam areal hutan produktif (ha)
 Cara menghitung % PWH :
a. Berdasarkan Backmund (1966)
b. Berdasarkan Sachs (1968)
Menurut Backmund (1966) bahwa luas areal dibuka ada 3 macam :
1. Pembuatan jalan hutan diasumsikan membuka wilayah di kiri dan kanan jalan.
2. Lebar wilayah yang terbuka oleh pembuatan jalan = WA, artinya sebelah kanan jalan
terbuka ½ WA dan sebelah kiri jalan terbuka ½ WA.
3. Luas total areal yang terbuka adalah jumlah luas total dari areal yang terbuka dalam
jalur tadi (menjumlahkan luas jalur-jalur yang terbuka).
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been
corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and
then insert it again.
Gambar 3. Luas areal terbuka menurut Backmund (1966)
Menurut Sachs (1968), dengan mengubah asumsi kedua :
Lebar areal yang terbuka di sebelah kiri dan kanan tersebut tidak bisa diukur dengan
WA tetapi harus disesuaikan dengan teknologi yang dipakai dalam sub sistem
penyaradan.
 Lebar jalan yang dikiri dan kana tidak sama, tetapi berdasarkan topografinya.
 Naik lereng, jangkauan alat penyaradan kayu lebih pendek dan sebaliknya.
Gambar 4. Luas areal terbuka menurut Sachs (1968)
The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer,
and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again.
 Kriteria angka yang dapat dipakai sebagai patokan menurut Backmund (1966) :
E (%) Penilaian
< 65
65 – 70
70 – 75
75 – 80
> 80
Tidak baik
Cukup
Baik
Sangat baik
Luar biasa
4. Bilangan PWH
 Bilangan PWH adalah suatu bilangan yang menunjukkan suatu parameter kerapatan
jalan dan % PWH yang digunakan untuk menyatakan persen kualitas dari PWH
dinyatakan dalam bentuk tulisan. (Misalnya WD = 45 m/ha, E = 77 %, maka bilangan
PWH = 45/77).
C. POLA JARINGAN JALAN DAN TIPE JALAN HUTAN
A. Pola jalan di daerah datar
1. Jalan-jalan sejajar menuju ke satu titik/pusat
2. Jalan-jalan angkutan sejajar menuju kesatu jalan induk dengan sudut antara jalan
induk dengan jalan cabang 35 
3. Jalan-jalan angkutan sejajar menuju ke beberapa titik pusat.
4. Jalan-jalan sejajar menyudut dengan membelah blok hutan.
B. Pola Jalan di Daerah Pegunungan
1. Jalan-jalan hutan sejajar di daerah lereng yang panjang dihubungkan dengan jalan
sejajar menanjak.
2. Jika lereng sempit, maka teknik pembukaan wilayah hutan dua jalan yaitu jalan
punggung dan jalan lembah.
3. Jika lembahnya sedang digunakan pola jalan sejajar menuruni lereng
4. Pola jaringan acak dengan jarak dan arah yang tidak teratur/tak terencanakan
5. Pola jaringan jalan cincin. Bisa digunung atau cekungan besar yang dikelilingi
gunung-gunung/sungai, danau.

Lokasi dan Tipe Jalan Angkutan
 Berdasarkan lokasi jalan dapat dibedakan 3 tipe jalan :
(a) Jalan Lembah
(b) Jalan Punggung
(c) Jalan Kontur
A. Jalan lembah
Kayu turun
Jalan lembah Jl. lembah Lereng
Sungai Sungai
a. Jalan lembah b. Penampang melintang jalan lembah
 Jalan lembah adalah jalan yang terdapat di lembah.
 Kelebihan jalan lembah :
1. Mudah dibuat
2. Tidak banyak galian dan timbunan
3. Kayu yang disarad ke jalan lembah adalah kayu yang disarad turun lereng.
 Kelemahan :
1. Sering harus membuat jembatan
2. Pada musim hujan kemungkinan terendam air banjir sehingga jalan dan jembatan
rusak.
B. Jalan punggung
Kayu Kayu
naik naik
Penampang melintang jalan punggung
 Jalan punggung ialah jalan yang menyusuri punggung bukit.
 Kelebihan jalan punggung :
1. Keadaannya kering, sehinga intensitas pemakaiannya lebih tinggi
2. Biaya pemeliharaannya lebih rendah
 Kelemahan jalan punggung :
1. Banyak galian dan timbunan
2. Biayanya lebih mahal dari pembuatan jalan lembah
3. Kayu yang diangkut melalui jalan ini harus disarad naik lereng
C. Jalan kontur
Garis punggung gunung
Sungai Lembah Sungai Lembah
a. Jalan kontur
Jalan Kontur
b. Penampang melintang jalan kontur
 Jalan kontur ialah jalan yang mengikuti kontur. Jalan kontur dibuat apabila lereng cukup
lebar dan landai.
Kayu yang diangkut berasal dari kayu yang disarad naik dan turun lereng.

TAHAPAN PEMANENAN KAYU

Wiradinata, 1989 :
Proses pemanenan kayu terdiri dari beberapa kegiatan yang masing-masing merupakan
satu tahap dalam proses produksi. Adapun unsur-unsur dasarnya adalah :
1. Operasi tunggak (stump operation), yaitu penebangan pohon dan pembentukan
permulaan dari log.
2. Penyaradan, yaitu memindahkan batang kayu secara keseluruhan atau berupa log dari
tempat penebangan ke tempat pengumpulan (loading). Pada umumnya jarak yang
ditempuh hanya beberapa ratus meter.
3. Pemuatan (loading), yaitu menaikkan kayu ke atas alat angkut. Kegiatan memuat
dilakukan di landing.
4. Angkutan utama, yaitu pengangkutan dari landing ke tempat tujuan.
5. Pembongkaran, yaitu membongkar muatan di tempat tujuan.
Suparto (1979) :
Jenis dan urutan kegiatan dalam pemanenan kayu, khususnya untuk kondisi hutan tropika
basah sbb.:
Tahap I : Perencanaan pemanenan
Perencanaan pemanenan kayu merupakan salah satu bagian dari keseluruhan
rencana manajemen hutan, dimana perencanaan pemanenan itu sendiri merupakan
komponen dari rencana penggunaan lahan secara komprehensif. Kegiatan pada tahap ini
antara lain :
 Perpetaan
 Survai
 Rencana pemanenan
 Pemetaan
Tahap II : Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat
sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana
tersebut meliputi rencana sumbu jalan (trase), base camp, jembatan, gorong-gorong dll.
Kegiatan dari tahap ini adalah :
1. Perencanaan sumbu jalan (trase)
2. Pembuatan jalan dan prasarana lainnya
Tahap III : Pemanenan
Kegiatan tahap ini antara lain :
1. Persiapan tebangan
2. Penebangan
3. Pemangkasan
4. Pengukuran
5. Pembagian batang
Tahap IV : Penyaradan
Kegiatannya adalah :
1. Pemasangan choker
2. Penyaradan
Tahap V : Pengumpulan kayu
Pada tahap ini dikenal istilah cold deck dan hot deck. Cold deck berarti kayu yang
sampai di tempat pengumpulan langsung ditangani/diproses secara keseluruhan pada saat
itu juga, sedangkan pada hot deck kayu yang sampai di tempat pengumpulan tidak
ditangani (diproses) secara menyeluruh pada saat itu juga.
Kegiatan-kegiatan penanganan kayu di tempat pengumpulan secara cold deck dapat
dilakuan dengan 2 macam cara, yaitu :
1. Lepas choker atau
2. Pengukuran
3. Pemotongan
4. Pengulitan
5. Pengobatan
6. Pasang paku S
7. Pengaturan log
8. Pemuatan
Sedangkan penanganan kayu secara hot deck dapat dilakukan dengan dua macam cara,
yaitu :
1. Lepas chocker, pengaturan log dan berakhir dengan pemuatan
2. Lepas chocker, pembagian batang dan berakhir dengan pemuatan
Tahap VI : Angkutan antara
Pengangkutan kayu pada tahap ini dapat dilakukan melalui darat atau melalui air ke
tempat penimbunan antara.
Tahap VII: Penimbunan antara
Kegiatan di tempat penimbunan antara adalah sebagai berikut :
Pengangkutan melalui darat
1. Pembongkaran
2. Pengukuran
3. Pengujian
4. Pemotongan
5. Pengaturan
6. Pemuatan
1. Lepas choker
2. Pembagian batang
3. Pengukuran
4. Pengulitan
5. Pengobatan
6. Pasang paku S
7. Pengaturan log
8. Pemuatan
Pengangkutan melalui air
Pembongkaran
Pengukuran
Pengujian
Pemotongan
Pengaturan
Pemuatan
Tahap VIII : Pengangkutan akhir
Pengangkutan akhir dapat dilakukan dengan beberapa variasi cara pengangkutan,
yaitu :
1. Dari darat diteruskan dengan pengangkutan melalui darat
2. Dari darat diteruskan dengan pengangkutan melalui air
3. Dari air diteruskan dengan pengangkutan melalui air
Tahap IX : Penimbunan akhir
Kegiatan yang dilakukan di tempat penimbunan akhir adalah sebagai berikut :
1. Pembongkaran
2. Pengukuran
3. Pengujian
4. Pemotongan
5. Penumpukan
6. Pemuatan ke alat angkut umum atau pabrik pengolahan kayu

PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU

A. DEFINISI DAN KONSEP PEMANENAN KAYU
Istilah lain
 Eksploitasi Hutan
 Eksploitasi Hasil Hutan
 Pemungutan Hasil Hutan
 Penebangan Hutan
 Logging
 Pembalakan
Istilah baku Internasional : “FOREST HARVESTING”
Definisi
Suparto, 1982 :
Pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan
biomass lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat
bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat”
Grammel, 1988 :
“Pemanenan kayu adalah pemanfaatan yang rasional dan penyiapan suatu bahan baku dari
alam menjadi sesuatu yang siap dipasarkan untuk bermacam-macam kebutuhan manusia”
Conway, 1978 :
“Pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan
kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan kayu”.
B. Konsep
Pada tahun-tahun akhir-akhir ini pengertian pemanenan kayu mengalami perluasan, yang
lebih menekankan pada :
 Perencanaan sebelum pemanenan kayu
 Supervisi teknik
 Pengaturan setelah pemanenan kayu
Hal ini sebagai konsekuensi perubahan pendekatan manajemen hutan dari :
Prinsip Kelestarian Hasil (“Sustained Yield”) ……… Prinsip Pembangunan Hutan Lestari
(“Sustainable Development of Forest”)